Borobudur didirikan oleh
raja Simaratungga dari keluarga Sailendra dengan bantuan sumbangan Para
penganut agama Budha secara gotong royong. Keseluruhan bangunan berbentuk stupa
raksasa dan mencerminkan alam semesta. Dalam pembangunan candi, hampir dua
ratus ribu kaki kubik batu dipergunakan. Sejumlah 504 arca Budha dan 1555 stupa
besar dan kecil melengkapi monumen Budha yang megah ini.
Bendungan
Waringin Sapta (Abad ke-11)
Setelah
Raja Airlangga berhasil menyatukan wilayah kekuasaannya, kemakmuran rakyat
ditingkatkan. Kali Brantas di bendung dekat Klagenuntuk irigasi serta
menanggulangi banjir. Rakyat setempat ditunjuk untuk memelihara bendungan dan
sebagai imbalan, daerash tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
Akibatnya, pelayaran Kali Brantas bertambah ramai dan pelabuhan Hujung Galuh
menjadi pusat perdagangan antar pulau.
Candi Jawi Perpaduan Sivaisme –
Budhisme (1292)
Perpaduan
Sivaisme dan Budhisme sebagai hasil sinkretisme dapat dilihat pada Candi Jawi
yang terletak di Gunung Welirang, di sebelah Barat Daya Pandakan. Candi ini
dibangun pada masa kerajaan Kartanegara, raja terakhir Singasari. Puncaknya
berbentuk Ratnastupa, pada bagian atas terdapat area Budha Aksobhya dan di
bagian bawah area Siva Mahadewa.
Armada Perang Majapahit (Abad
ke-14)
Sepeninggal
Gajah Mada, timbul kesulitan dalam pemerintahan Hayam Wuruk. Pemerintah yang
baru berusaha untuk mempertahankan keutuhan Nusantara dengan mengambil tindakan
yang ditujukan kepada kemakmuran rakyat dan keamanan daerah-daerah. Hal ini
dibuktikan dengan memperkuat armada perang untuk menjaga keutuhan Nusantara dan
mengatasi usaha pengacauan antara lain oleh armada Cina.
Utusan Cina ke Majapahit (1405)
Sejak
Majapahit mengalami zaman keemasan, hubungan persahabatan dengan negara-negara
tetangga berlangsung dengan baik. Pengakuan terhadap kedaulatan Majapahit oleh
Cina ditandai dengan kunjungan Cheng Ho pada tahun 1405 yang diterima oleh
Wikramawardhana.
Peranan Pesantren dalam Penyatuan
Bangsa (Abad ke-14)
Salah
satu cara menyiarkan Islam di Indonesia adalah melalui pendidikan di pesantren
atau pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kisi-kisi atau ulama.
Kegiatan pesantren-pesantren beserta kiai-kiai dalam penyebaran agama Islam dan
pengembangan pendidikan masyarakat mempunyai peranan penting dalam proses
penyatuan bangsa.
Pertempuran Pembentukan Jayakarta
(22 Juni 1527)
Untuk
membendung pengaruh Portugis yang sejak awal abad ke-16 telah berkuasa di
Malaka, Sultan Trenggono, Demak, mengirim Fatahillah dengan pasukannya dan pada
tahun 1527 Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa sebelum Portugis mendirikan
benteng di pelabuhan Sunda Kelapa sesuai perjanjian tahun 1522 dengan Raja
Pajajaran. Dalam pertempuran tanggal 22 Juni 1527 di pelabuhan Sunda Kelapa.
Fatahillah berhasil mengalahkan ekspedisi Fransisco de Sa yang dikirim Portugis
untuk mendirikan benteng Nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta, berarti
kota kemenangan.
Armada Dagang Bugis (Abad ke-15)
Pelayaran
orang-orang Makasar dan Bugis mulai abad ke-15 sudah meliputi seluruh perairan
Nusantara. Gambaran tentang luasnya daerah-daerah yang dikunjungi terlihat
dengan jelas pada tulisan tentang hukum laut Amanna Gappa dan peta laut Bugis.
Perang Makasar
Sultan
Hasanuddin membuka pelabuhan Makasar untuk negara-negara yang ingin berhubungan
dagang dengan Makasar. Perkembangan Makasar dan sikap Hasanuddin yang
menjalankan politik perdagangan bebas dengan negara-negara lain menimbulkan
pertentangan dengan Belanda yang menjalankan monopoli perdagangan sehingga
akhirnya timbul peperangan. Pada tanggal 8-9 Agustus 1668, Sultan Hasanuddin
memimpin pertempuran mempertahankan benteng Sumbaopu dari serbuan Belanda.
Perlawanan Patimura (1817)
Berdasarkan
Konvensi London 1814, Belanda berkuasa kembali di Indonesia, serta mengulangi
menjalankan monopoli perdagangan dan segala sesuatu yang bersifat eksploitasi
dilakukan kembali Rakyat Maluku tidak mau menerima politik monopoli Belanda dan
kemudian mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Patimura. Pada tanggal 15 Mei
1817 Patimura bersama rakyat menyerbu benteng Duurstede di Saparua dan berhasil
merebutnya.
Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang
yang dicetuskan pada tahun 1825 oleh Diponegoro merupakan salah satu perlawanan
rakyat semesta yang berlangsung secara terus menerus sehingga Belanda
kehilangan sebanyak 15000 tentara. dalam pertempuran di sekitar Kali Bogowonto,
Diponegoro berhasil engalahkan pasukan kavaleri Belanda. Dengan perangkap berkedok
perundingan, akhirnya Diponegoro ditangkap di Magelang pada tanggal 28 Maret
1830.
Perang Banjar
(1859-1905)
Untuk
menjaga agar hasil bumi Kalimanta seperti batu bara, minyak, karet dan
lian-lain tidak jatuh ke tangan bangsa lain, Belanda berusaha untuk menguasai
Banjar melalui campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Banjar. Hal ini
menjadi alasan bagi rakyat Banjar untuk mengangkat senjata melawan Belanda di
bawah pimpinan Pangeran Antasari. Penyerangan terhadap kapal Belanda Onrust di
Lontartur dilakukan oleh Pangeran Suropati, saudara Pangeran Antasari.
Perang Imam Bonjol (1821-1837)
Sekembalinya para ulama
dari tanah suci, mereka melihat bahwa keadaan kehidupan masyarakat tidak sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam. Para ulama yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol
mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang dibentang oleh kaum adat. Belanda untuk
memperkuat kedudukannya, kemudian memihak kaum adat. Menyadari kekuasaan
Belanda makin luas, akhirnya perlawanan terhadap Belanda dilakukan oleh kaum
ulama bersama kaum adat. Tuanku Imam Bonjol menghimpun kekuatannya antara lain
dengan membuat parit-parit pertahanan.
Perang Aceh (1873-1904)
Aceh
menolak tuntutan Belanda agar menhentikan hubungannya dengan negara-negara
lain. Belanda segera mengirim ekspedisi yang dipimpin oleh Mayor Jendral
Kohler. Serangan pertama Belanda gagal, bahkan panglimanya, Kohler, gugur dalam
pertempuran di halaman masjid Agung Baiturrahman, Banda Aceh. Pembakaran masjid
agung Baiturrahman semakin menumbuhkan semangat perlawanan rakyat terhadap,
Belanda.
Perlawanan Sisingamangaraja
(1877-1907)
Dengan
dalih bahwa zending sering diganggu oleh pasukan Sisingamangaraja, Belnada
melakukan ekspansi ke Tapanuli. Bentrokan pertama dengan Belanda terjadi pada
tanggal 15 Februari 1878, setelah Sisingamangaraja memberi peringatan kepada
pasukan Belanda agar meninggalkan Tapanuli. Perlawanan terhadap Belanda
kemudian mendapat bantuan rakyat Aceh dan Minangkabau. Dalam pertempuran di
Tanggabatu dekat Balige pada tahun 1884, Sisingamangaraja dapat memukul mundur
pasukan Belanda.
Pertempuran Jagaraga (1848-1849)
Pada
tahun 1841, Belanda memaksakan penghapusan peraturan Tawan Karang yang diakui
sebagai lembaga hukum adat di Bali, tetapi ditolak oleh Buleleng dan
Karangasem. Walaupun dalam serangan Belanda pada tahun 1840, Buleleng dan
Karangasem dapat diduduki, namun semangat juang rakyat tetap berkobar dan
mereka menyiapkan pertahanan di Jagaraga. Pertempuran di muka Pura Dalam
Jagaraga berakhir dengan gugurnya seisi Pura yang lebih dikenal dengan puputan
Jagaraga.
Tanam Paksa (1830-1870)
Perang
Diponegoro menyebabkan krisis keuangan bagi Belanda. Untuk mengatasi krisis
tersebut Gubernur Jendral Van Den Bosch memaksa rakyat ditanah Jawa menanami
sebagian besar tanah mereka dengan tanaman yang laku di Eropa seperti nila,
kopi, teh, lada, gula, dan kayu manis. Rakyat yang tidak memiliki tanah dipaksa
bekerja diperkebunan-perkebunan. Bagi rakyat Indonesia merupakan ekspliotasi
yang luar biasa, mengakibatkan timbulnya kelaparan karena mereka tidak punya
kesempatan untuk menggarap sawah ladang mereka.
Kartini (1879-1904)
Gerakan
mengejar kemajuan pada akhir abad ke-19 terbukti dari kebutuhan akan
pendidikan. Kartini tampi sebagai pendekar kaumnya ketika pandangan umum masih
dihinggapi konservatisme yang kuat bagi anak perempuan. Buah pikiran Kartini
untuk membebaskan kaumnya dari keterbelakangan tercermin dalam surat-surat yang
dikirim kepada sahabat-sahabat karibnya di negeri Belanda yang kemudian
dihimpun dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
Taman Siswa (3 Juli 1922)
Politik
pendidikan pada zaman penjajahan tidak daoat dipisahkan dari kepentingan
kolonial. Sebagai reaksi, Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruan Taman Siswa
di Yogyakarta yang kemudian berkembang dengan pesat sehingga mengkhawatirkan
Belanda. Semangat nasionalisme sangat menjiwai kehidupan Taman Siswa. Pada
tahun 1935 berlangsung kongres Pendidikan Nasional yang pertama dengan tujuan
hendak menggalang persatuan dan mencari perumusan tentang pendidikan yang
bersifat nasional.
Kegiatan Gereja Katolik Roma dalam
Proses Penyatuan Bangsa
Gereja Katolik Roma
melalui misinya mengumpulkan pemuda-pemuda dari pelbagai suku dan daerah
sehingga terbentuk suatu masyarakat Katolik Roma yang didalamnya bersemi
semangat nasionalisme. Kegiatannya dalam bidang pendidikan dan sosial secara
langsung membantu bangsa Indonesia yang sedang mengalami proses penyatuan.
Terhadap cita-cita Indonesia Merdeka, Perhimpunan Politik Katolik Indonesia
ikut menandatangani petisi Soetardjo 1936 yang menuntut pemerintah kolonial
ntuk memerdekakan bangsa Indonesia.
Romusya (1942-1945)
Pada
tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang. Untuk
memenangkan perang, Jepang kemudian secara paksa mengerahkan seluruh tenaga dan
kekayaan bumi Indonesia. Rakyat dikerahkan untuk melaksanakan kerja paksa pada
objek vital dan sarana militer. Mereka mengalami siksaan dan tidak mendapat
makanan yang cukup dan akibatnya berpuluh-puluh ribu romusya menemui ajal di
tempat-tempat mereka bekerja.
Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928)
Dalam
lingkungan pergerakan nasional Indonesia, para pemuda telah melahirkan berbagai
ragam organisasi pemuda yang pada umumnya masih bersifat kedaerahan dan satu
dengan yang lain tidak mempunyai hubungan. Iklim persatuan Indonesia mempengaruhi
dan mendorong untuk membina satu gerakan pemuda yang berjiwa nasional kesatuan.
Usaha ke arah itu dilakukan dalam serangkaian kongres pemuda. Pada Kongres
Pemuda yang kedua dicetuskan Sumpah Pemuda dan dikumandangkan untuk pertama
kali lagu Indonesia Raya.
Stovia (Sekolah Dokter Bumi Putera)
(1898-1926)
Perjuangan mencapai
Indonesia Merdeka di luar negeri dipelopori oleh mahasiswa Indonesia yang
belajar di negeri Belanda. Pada bulan Februari 1922, Perhimpunan Indonesia
berjuang di forum internasional dengan mengambil bagian dalam Kongres Liga Anti
Kolonialisme di Brussel. Selanjutnya propaganda Perhimpunan Indonesia semakin
berani dan tajam sehingga pemerintah Belanda mengadakan penangkapan terhadap 4
orang pimpinannya yaitu Moh. Hatta, Abdul Madjid, Ali Sastroamidjojo dan Nasir
Datuk Pamuntjak, tetapi oleh pengadilan mereka dinyatakan tidak bersalah.
Muhammadiyah (18 November 1912)
Keadaan masyarakat Islam
pada abad XIX pada permulaan abad XX sangat menyedihkan. Agama Islam telah
banyak bercampur dengan berbagai ajaran yang bukan berasal dari Qur’an dan
Hadist. Bertolak dari keadaan tersebut, Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah dengan tujuan pokok mengadakan pembaharuan kehidupan agama Islam.
Kegiatannya meliputi bidang-bidang keagamaan, pendidikan dan kemayarakatan.
Pemberontakan Tentara PETA di
Blitar (14 Pebruari 1945)
Pada
bulan Oktober 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang membentuk tentara Pembela Tanah
Air untuk membela Tanah Jawa yang mendapat sambutan dari para pemuda. Perasaan
benci terhadap Jepang semakin mendalam ketika mereka bertugas membangun
kubu-kubu pertahanan bersama para romusya. Menyaksikan penderitaan rakyat serta
aspirasi untuk merdeka. Supriyadi memimpin batalyon PETA di Blitar mengadakan pemberontakan
dengan menyerbu markas militer Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(17 Agustus 1945)
Mengetahui
bahwa Jepang kalah perang, rakyat Indonesia baik para pemuda maupun para
pemimpin pergerakan kebangsaan berpacu dengan waktu untuk mewujudkan cita-cita
perjuangan yakni mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia selekas mungkin.
Dalam pertemuan rahasia pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945 di Jalan Imam
Bonjol 1 Jakarta. Naskah Proklamasi dirumuskan, ditandatangani oleh Soekarno
dan Moh. Hatta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 Soekarno didampingi
Moh. Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar