Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera
Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes
dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya
pertalian keluarga dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.[1]
Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya.[2] Namun, Chairil
cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun; sedikit
cerminan dari kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di
Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi
pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi
bersekolah.[3] Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad
menjadi seorang seniman.[4]
Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang
tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia
berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap
menafkahinya dan ibunya.[5] Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia
dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.[6]
Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional
ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik
Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi
tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia
sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu
ia baru berusia 20 tahun.[6] Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk
pada kematian.Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah
Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu
individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama
Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh
cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki
keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah
selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun
1945. Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6
Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun
bercerai pada akhir tahun 1948.
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah
diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit
telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ
(sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April
1949; penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena
penyakit TBC. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet
Bivak, Jakarta.[8] Chairil dirawat di CBZ (RSTM) sedari 22-28 April 1949.
Menurut catatan rumah sakit, dia dirawat karena tifus. Sungguhpun begitu, dia
sebenarnya sudah lama menderita penyakit paru-paru dan infeksi yang menyebabkan
dirinya makin lemah, sehingga timbullah penyakit usus yang membawa kematian
dirinya - yakni usunya pecah. Tapi, dia dalam masa akhirnya mengigay karena
tinggi panas badannya, dan di saat dia insaf akan dirinya dia mengucap,
"Tuhanku, Tuhanku..." Dia meninggal pada pukul setengah tiga sore 28
April 1949, dan dikuburkan keesokan harinya, diangkut dari kamar mayat RSTM ke
Karet oleh banyak pemuda dan orang-orang Republikan termuka.[9] Makamnya
diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga
selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal
Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati
muda, seperti tema menyarah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas
Dan Jang Putus".
Selama hidupnya, Chairil telah menulis
sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga
kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh,
ditulis pada tahun 1949,[4] sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul
Aku dan Krawang Bekasi.[5] Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau
yang diduga diciplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka
Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur Debu (1949), kemudian disusul
oleh Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir
(1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Karya tulis yang diterbitkan antara lain:
- Deru Campur
Debu (1949)
- Kerikil Tajam
dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
- Tiga Menguak
Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
- "Aku Ini
Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste,
kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
- Derai-derai
Cemara (1998)
- Pulanglah Dia
Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
- Kena Gempur
(1951), terjemahan karya John Steinbeck
Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan
ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman, bahasa Rusia dan
Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:
- "Sharp
gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California,
1960)
-"Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah,
Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
- Chairil Anwar:
Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions,
1963)
- "Only
Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New
Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
- The Complete Poetry and Prose of Chairil
Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University
of New York Press, 1970)
- The Complete
Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan
bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
- Feuer und Asche: sämtliche Gedichte,
Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
- The Voice of the Night: Complete Poetry and
Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University,
Center for International Studies, 1993)
- Dalam Kumpulan
"Poeti Indonezii" (Penyair-Penyair Indonesia). Terjemahan oleh S.
Semovolos. Moscow: Inostrannaya Literatura, 1959, № 4, hlm. 3-5; 1960, № 2,
hlm. 39-42.
- Dalam Kumpulan
"Golosa Tryoh Tisyach Ostrovov" (Suara Tiga Ribu Pulau). Terjemahan
oleh Sergei Severtsev. Moscow, 1963, hlm. 19-38.
- Dalam kumpulan
"Pokoryat Vishinu" (Bertakhta di Atasnya). Puisi penyair Malaysia dan
Indonesia dalam terjemahan Victor Pogadaev. Moscow: Klyuch-C, 2009, hlm. 87-89.
Sumber : www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar